Negara harus menjamin anak mendapatkan hak-hak nya. Salah satunya hak untuk hidup aman dari ancaman kekerasan.
Sayangnya, dalam peringatan Hari Anak Nasional setiap 23 Juli tahun ini, pandemi Covid-19 justru membuat anak-anak menjadi korban.
Berdasarkan Data SIMFONI (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) Kemen PPPA terdapat 3.928 kasus kekerasan terhadap anak-anak yang dilaporkan sejak Januari 2020 sampai dengan 17 Juli 2020.
Masih tingginya angka kekerasan juga tergambarkan dari hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2018 oleh Kemen PPPA. Survei menyebutkan bahwa 2 dari 3 anak dan remaja perempuan atau laki-laki pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya.
Baca Juga: Perayaan Hari Anak Nasional di Tengah Pandemi Covid-19
Tantangan anak-anak dan orang dewasa berada di rumah saja untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 ternyata memicu kebosanan. Tak hanya itu, anak-anak semakin terancam menjadi korban atau sasaran perilaku kekerasan.
Merujuk data selama pandemi, mirisnya kasus kejahatan dan kekerasan terhadap anak meningkat. Menurut Arist, data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat ada 3.729 kasus kekerasan terhadap anak. Sekitar 52 persen anak menjadi korban kejahatan seksual.
Salah satu kasus kekerasan yang terjadi selama pandemi covid 19 ini adalah penganiayaan yang terjadi pada seorang bocah laki-laki inisial A, 8 tahun, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami pendarahan di bagian kepala dan patah tulang kaki. Siswa kelas dua Sekolah Dasar (SD) ini dianiaya oleh tetangganya sendiri.
Pelaku yang tega melakukan penganiayaan tersebut bernama SMD, 44 tahun, warga Blunyah Gede, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Saat ini pihak kepolisian sudah menangkap SMD untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kepala Unit Reserse Kriminal Inspektur Satu (Iptu) Tito Satria Pradana mengatakan, peristiwa penganiayaan terjadi pada Sabtu, 11 Juli 2020 sekitar pukul 10.30 WIB di Jalan kampung Desa Mayangan, Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. “Korban merupakan tetangga pelaku tapi beda RT. Pelaku ini bukan warga Mayangan, tapi tinggal di Mayangan, Trihanggo, Gamping, Sleman,” kata Iptu pada Kamis, 23 Juli 2020.

Peristiwa penganiayaan bermula saat A (korban) bersama dua temannya inisial R, 7 tahun dan T, 8 tahun bermain bersama di sekitar jalan kampung Desa Mayangan, Trihanggo, Kecamatan Gamping. Selanjutnya ketiga anak tersebut melintasi rumah SMD.
A dan kedua temannya asyik bergurau layaknya anak kecil seusianya. Sesaat bersamaan, mereka melihat SMD yang sedang duduk di depan rumahnya. Kemudian ketiga anak kecil tersebut diduga mengolok-oloknya.
Merasa tersinggung dengan tingkah ketiga anak tersebut, SMD langsung mengejar A dan dua temannya. Ketiganya lari tunggang langgang. Namun A berhasil tertangkap, sementara kedua temannya berhasil lari menghindari kejaran dan bersembunyi.
Sementara itu ayah korban, Daniel Hartono (31) menjelaskan bahwa saat itu hanya anaknya yang tertangkap oleh pelaku.
Dengan tangan kosong, pelaku lantas meluapkan emosinya. Dia menginjak kaki korban dan menjambak rambutnya. Tak sampai di situ, pelaku juga membentur-benturkan kepala korban ke tembok. Bocah SD itu tak kuasa melawan.
Usai kejadian itu, pelaku pergi begitu saja. Sejumlah warga yang mengetahui kejadian itu segera membawa korban ke rumah sakit. Akibat penganiayaan itu, kaki korban patah dan dia mengalami gegar otak. Dijelaskan Daniel, hingga kini anaknya masih dalam perawatan di rumah sakit.
“Anak saya langsung dilarikan ke rumah sakit. Saat ini masih menjalani perawatan. Usai kejadian itu, pelaku juga belum pernah menengok anak saya,” tandasnya. Tak terima dengan ulah pelaku, Daniel segera lapor polisi. Sejumlah saksi kemudian diperiksa. Setelah cukup bukti, polisi bergerak mencari pelaku. Dia sempat tak berada di rumah. Baru kemarin siang, pelaku diamankan saat melintas di Jalan Kabupaten, Gamping, Sleman.
Iptu Tito mengatakan, atas perbuatannya pelaku terancam dijerat pasal 80 UU Perlindungan Anak Junto Pasal 351 KUHP ancaman maksimal 15 tahun.
Sementara itu, di hadapan petugas SMD mengaku emosi dan khilaf telah menganiaya korban. “Saya sudah khilaf, saya mohon maaf pada keluarga karena telah melakukan penganiayaan,” ucapnya.

Melihat kasus penganiayaan yang terjadi di atas, pada Hari Anak Nasional 2020 ini, kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi pekerjaan rumah yang belum usai. Hal ini pada dasarnya bukan merupakan tanggung jawab satu pihak saja, melainkan kerja sama semua pihak, mulai dari negara, pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, hingga keluarga dan orangtua anak dibutuhkan untuk melindungi 79,5 juta anak Indonesia.
Khususnya dalam situasi pandemi seperti saat ini, pengasuhan anak menjadi lebih sulit sehingga para orangtua harus bekerja ekstra untuk memantau perkembangan anak-anaknya serta menjaga anak-anak dari kekerasan yang bisa menimpa anak dimanapun mereka berada.